SEJARAH SDK MATER DEI
Saat ini Sekolah Mater Dei di Probolinggo berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Santa Perawan Maria (SPM). Akan tetapi tentu tidak banyak dari kalangan alumni civitas akademika Mater Dei yang mengetahui bagaimana sejarah perjalanan SPM di Probolinggo mulai dari tahap terbentuknya hingga berkembangnya sekolah Mater Dei di Probolinggo sekarang ini. Dalam edisi perdana ini akan mengulas tentang perjalanan Kongregasi SPM di Probolinggo yang merupakan embrio dari sekian banyak karya Kongregasi SPM di Langkah pertama itu.
Kabar untuk kepentingan seluruh Gereja yang kuterima pada ‘ Pesta Santa Perawan Maria menerima kabar gembira ’, tidak boleh kukesampingkan begitu saja.” Itulah yang terlintas dalam pikiran Moeder Marie Philomena di Amersfoot Belanda, saat menerima surat permohonan dari Pater Clemens Van der Pas selaku Pater Provincial Ordo Carmel pada tanggal 25 Maret 1926, untuk membantu karya misi di Jawa Timur. Peristiwa inilah yang menjadi awal jejak langkah masuknya karya misi Instituut der Zusters van Onzelieve Vrouw yang kemudian disebut Kongregasi Santa Perawan Maria di Probolinggo.
Mengapa Probolinggo termasuk prioritas utama dalam perjalanan Karya Misi Kongregasi Santa Perawan Maria? Semua itu tidak lepas dari pergulatan batin Pater Elias Wouters, O.Carm selaku pastor Paroki pertama di Probolinggo.Beliau melihat begitu banyak kegiatan religius sosial, khususnya dalam hal pendidikan dan kepedulian terhadap anak-anak yatim piatu dan terlantar, yang belum sepenuhnya terjamah. Semua itu tidak dapat terlaksana dengan sendirinya tanpa adanya tenaga yang lebih banyak lagi dan penuh pengabdian terhadap tugas tersebut. Berangkat dari pemikiran inilah Pater Elias menguraikan kegelisahannya kepada Pater Cyprianus Verbeek, O.Carm , selaku pimpinan tertinggi Provinsi Ordo Carmel di negeri Belanda. Permohonan tersebut mendapat tanggapan yang positif, sehingga dalam waktu singkat setelah Moeder Marie Philomena mendapat surat permohonan dari Pater Clemens, beliau mempersiapkan segala sesuatunya untuk segera mengirimkan delegasi para suster kongregasi SPM yang pertama ke Indonesia.
Halaman depan gedung Gereja Katolik Probolinggo tanggal 11 Oktober 1926 jam 5 sore itu menjadi saksi langkah ketujuh misionaris SPM yang pertama yaitu : Moeder M. Oda sebagai pimpinan karya misi pertama , Sr. M. Arnolda, Sr. M. Rosario, Sr. M. Bernadetta, Sr. M. Agnesia, Sr. M. Emiliana dan Sr. M. Vincenta untuk memulai karya misi mereka di Probolinggo dan sekitarnya.
Singkat cerita, dibawah kepemimpinan awal Moeder M. Oda (yang berkarya sejak tahun 1926 hingga tahun 1956) dengan segala lika-liku perjalanan misionaris SPM untuk memajukan karya misi di Jawa Timur dan Probolinggo khususnya, kongregasi SPM terus berjuang tanpa kenal lelah. Pada waktu itu situasi di Indonesia masih diselimuti pergolakan peperangan, mulai dari kependudukan Belanda hingga masuknya Jepang. Mereka juga harus menghadapi respon antipati dari masyarakat sekitar di awal karyanya. Hal tersebut juga berimbas kepada eksistensi kegiatan kongregasi SPM di masa itu.
“Apabila Tuhan Yang Maha Baik itu menghendaki Karya Misi ini, pasti juga akan memberi sarana-sarananya,” demikian kepercayaan yang dipegang teguh oleh Moeder M. Oda. Terbukti kemudian pada 01 Desember 1926 dibuka sekolah Taman Kanak-Kanak yang awalnya terdiri dari 9 anak. Disusul kemudian pembukaan sekolah rendah ELS (Europese Lagere School = SD) pada tanggal 06 Januari 1927 kemudian berhasil melakukan pembelian tanah di jalan Heren Straat (Jl. Suroyo) pada tanggal 02 Februari 1927 untuk memperlancar kegiatan SPM di Probolinggo. Pada tanggal 01 Agustus 1928, asrama puteri yang pertama telah berdiri di Probolinggo. Fasilitas sekolah bertambah lagi dengan hadirnya Taman Kanak-kanak HIS (Holland Indische School) pada tanggal 01 Juni 1929 yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Dasar HIS.
Dan yang lebih menggembirakan adalah disetujuinya pembukaan Noviciat di Probolinggo pada tangagl 08 Agustus 1932 oleh Roma dengan Sr. M. Heribertha sebagai pemimpin yang pertama.
Perkembangan pembangunan sekolah masih terus berlanjut dengan berdirinya Sekolah Menengah dengan nama Middelbare Meisjes School (MMS) di rumah sewa di jalan Laut (sekarang Jl. Dr. Moch . Saleh) dan pada 01 Agustus 1950 sekolah tersebut berganti nama menjadi SMPK Mater Dei dan sekolah SD baik di Jalan Suroyo dan Jl. Bromo mulai menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, sesuai dengan peraturan pemerintah pada waktu itu. Terbukti selama perjalanan masa baktinya di Indonesia, Moeder M. Oda telah berhasil mewujudkan 7 Sekolah yang ada di Probolinggo dan sekolah-sekolah di wilayah Jawa Timur meliputi : Jember, Lawang, Malang, Lumajang, Surabaya dan Banyuwangi. Sekolah -sekolah dan asrama di Probolinggo ini dalam perkembangannya mengalami pasang surut diantaranya mengalami penutupan di masa kependudukan Jepang pada tahun 1942. pada tahun 1947 dengan Moeder M. Heribertha sebagai pimpinan biara saat itu, kongregasi SPM kembali ke Probolinggo untuk membangun dan mengumpulkan kembali aset-aset yang sempat tercerai berai, sehingga dapat beroperasi kembali melanjutkan karya misi yang sempat terpenggal karena situasi politik masa itu. Selepas masa tugas Moeder M. Oda sebagai pemimpin karya misi, pada tanggal 26 Januari 1956, Moeder M. Martha de Wit, melanjutkan tanggung jawab sebagai pemimpin misi. Karya SPMpun semakin berkembang di Probolinggo dengan adanya perluasan gedung SMPK, SGB (Sekolah Guru B) dan tiga asrama besar di Probolinggo. Pada 01 Agustus 1957, Keuskupan Malang mendirikan SMAK Mater Dei di Probolinggo dengan kepala sekolah yang pertama adalah Rm. Roesmandjojo, Pr. Hingga pada akhirnya pada 01 Agustus 1981, persatuan SPM mengambil alih SMAK MD Probolinggo yang tadinya adalah milik Keuskupan Malang dengan kepala sekolah Sr. M. Benedicta Soerbardjini, SPM. SDK Mater Dei 1 adalah sekolah untuk anak-anak pribumi, sedangkan SDK Mater Dei 2 adalah sekolah untuk anak-anak Tionghoa. SDK Mater Dei 1 bertempat di jalan panjaitan, sedangkan SDK Mater Dei 2 bertempat di jalan suroyo. *) Per tgl. 7 Juli 1999 SDK Mater Dei I dan II disatukan dengan nama “SDK MATER DEI” dan menempati areal SDK Mater Dei II dan TKK Mater Dei di Jalan Suroyo Nomor 36 Probolinggo.
Perjuangan masih berlanjut…
“Sepanjang kurun waktu 19271981, Kongregasi SPM telah melahirkan 10 sekolah yaitu : VS, ELS, HCS, HIS (ELS, HCS, HIS sekarang melebur menjadi SDK Mater Dei), MMS menjadi SMPK Putra dan SMPK Putri, sekarang kita kenal sebagai SMPK Mater Dei, SMAK Mater Dei, SGB, SKP, Sekolah Guru (SGB, SKP, Sekolah Guru sekarang sudah tidak ada lagi). Selain itu juga, Kongregasi SPM telah mendirikan 3 asrama di Probolinggo yaitu: Asrama Putri St. Josef, Asrama Mater Dei (Panggung) dan Asrama Putra Sint Jan, yang hingga kini masih berdiri dan aktif membina tunas muda di Probolinggo.”
Kini setelah 82 tahun kehadiran SPM di Indonesia, kehadiran Kongregasi SPM melalui Yayasan Pendidikan SPM terus mengembangkan sayap pelayanannya, terlebih sebagai ibu yang mengayomi putera-puteri yang saat ini telah berkembang menjadi bagian dari masyarakat luas. Dan masih akan terus berlanjut pada tunas-tunas muda yang saat ini masih ditempa dengan semangat penuh cinta kasih dan kedisiplinan melalui civitas akademika Mater Dei dibawah naungan Yayasan Pendidikan SPM. Tidak berlebihan kiranya bagi segenap alumni dan keluarga besar civitas akademika Mater Dei untuk terus saling mendukung dan bekerja sama agar SPM terus bergerak kearah yang lebih baik dan menuai lebih banyak lagi tuiuan yang berkualitas bagi masyarakat luas